Senin, 28 April 2014

TERAPI INDIVIDUAL (Rogers)

II. TERAPI INDIVIDUAL DALAM PSIKIATRI

Terapi individual adalah penanganan klien  dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
1.      Terapi Psikoanalisis
Terapi ini dikembangkan oleh Sigmund Freud, untuk membantu orang-orang yang menderita akibat gangguan psikologis. Terapi psikoanalisis membantu individu untuk memperoleh insight mengenai, dan mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari perilaku abnormal. Dengan mengatasi konflik-konflik  ini, ego dibeaskan dari kebutuhan untuk mempertahankan perilaku defensif, seperti fobia, perilaku obsesif-kompulsif, keluhan histeria dan sejenisnya yang menghambat pengenalan tentang gangguan dari dalam.
Metode utama yang digunakan adalah:
a.      Asosiasi bebas
Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setelah pikiran tersebut masuk dibenak kita. Asosiasi bebas dipercaya secara bertahap akan menghancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran kepikiran lainnya. Psikoanalis tidak meyakini bahwa proses asosiasi bebas benar-benar bebas. Impuls-impuls yang direpresi mendesak untuk diekspresikan. Menghasilakn suatu kompulsi untuk mengungkapkan. Walaupun asosiasi bebas dapat dimulai dengan pembicaraan ringan , kompulsi untuk mengungkapkan akhirnya megarahkan klien untuk menyingkap materi yang lebih berarti.
Walaupun demikian, ego secara kontinyu mencoba untuk menghindarkan pengungkapan impuls dan konflik yang mengancam. Oleh karena itu klien dapat menunjukan resistansi keengganan atau ketidak mampuan untuk mengingat kembali atau mendiskusikan materi yang mengganggu atau mengancam. Tanda-tanda resitansi sering merupakan tanda adanya materi yang berarti. Sesekali analisis melakukan interpretasi tentang materi ini kepada klien untuk membantu klien memperoleh insight yang lebih baik mengenai perasaan dan konflik yang mendalam.

b.      Analisis mimpi
Freud percaya bahwa mimpi merepresentasikan  “jalan utama menuju ketidaksadaran”. Interpretasi mimpi adalah salah satu teknik penting yang digunakan freud untuk membuka materi yang tidak disadari.  Dalam terapi psikoanalitik, mimpi memiliki dua tingkatan muatan :
o   Muatan manifes : materi mimpi yang dialami dan dilaporkan
o   Muatan laten : materi bawah sadar yang disimbolisasi atau diwakili oleh mimpi.
Walaupun mimpi dapat memiliki arti psikologis, seperti yang diyakini oleh freud, masih belum ada cara independen untuk menentukan arti dari mimpi.

c.       Analisis hubungan tranference
Fenomena tranference merupakan perasaan (positif dan negatif) yang dikembangkan pasien untuk dokter. Tidak ada dasar realistik saat ini dan berhubungan dengan perasaan pasien untuk gambaran bermakna, biasanya orangtua, dimasa lampau. Pasien bisa memperlakukan ahli psikoterapi pria seolah-olah sebagai ayahnya.
Proses analisis dan penangan hubungan tranference dianggap komponen penting dalam psikoanalisis. Freud percaya bahwa hubungan tranference memberikan alat untuk menghidupkan kembali konflik-konflik dengan orangtua pada masa kecil. Klien dapat bereaksi kepada anlisis dengan perasaan marah, cinta atau cemburu yang sama dengan yang mereka rasakan terhadap orang tua mereka. Freud menyebut proses menghidupkan kembali konflik kanak-kanak ini sebagai neurosis tranference. Neurosisi ini harus dianalisis dan ditangani denga berhasil agar klien dapat berhasil dalam psikoanalisis.

2.      Terapi Behavioristik
Terapi perilaku dikembangkan oleh Skinner. Terapi ini mencoba mengembangkan hubungan terapeutik yang hangat dengan klien, tetapi mereka percaya bahwa kemampuan khusus dari terapi perilaku berasal dari teknik-teknik yang beasis pembelajaran bukan dari sifat hubungan terapeutik.
Terapi perilaku pertama kali memperoleh perhatian yang besar sebagai cara untuk membantu orang mengatasi ketakutan dan fobia, problem yang sudah terbukti resisten terhadap terapi berorientasi insight.
Pendekatan behavioral tidak menjelaskan asumsi-asumsi dan filosofi tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya.
Metode dalam terapi behavioristik, diantaranya :
a.      Modelling
Pada modelling, individu mempelajari perilaku yang diharapkan dengan mengamati orang lain melakukannya. Klien dapat mengamati dan kemudian meniru orang lain yang berinteraksi dengan situasi atau objek yang menimbulkan rasa takut. Setelah mengamati model, klien dapat diarahkan atau dibimbing oleh terapis atau model untuk melakukan perilaku yang menjadi target. Klien memperoleh penguatan darii terapis untuk setiap usahanya.
b.      Token economy
Sistem token economy ditujukan untuk meningkatkan perilaku adaptif dengan memungkinkan para pasien untuk memperoleh token bila menunjukkan perilaku yang tepat, seperti mengurus diri sendiri, membereskan tempat tidur. Akhirnya token tersebut dapat ditukarkan dengan hadiah yang diinginkan. Sistem  token juga digunakan untuk menangani anak-anak dengan masalah gangguan perilaku.
c.       Desensitisasi sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik terapi tingkah laku untuk mengatasi fobia dengan cara memperlihatkan stimulus fobia secara bertahap makin menakutkan sementara individu dilatih untuk tetap merasa sangat santai.

3.      Terapi Humanistik
Terapi humanistik dikembangkan oleh Carl Rogers. Terapi ini berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan disadari. Terapi ini lebih berfokus pada apa yang dialami klien saat ini – di sini dan sekarang – daripada masa lalu. Bentuk utama terapi humansitik adalah :
Terapi client center
Terapi client center menciptakan kondisi hangat dan penerimaan dalam hubungan terapeutik yang membantu klien untuk menjadi lebih sadar dan menerima diri mereka sendiri.
Terapi client center bersifat tidak mengarahkan. Klien, bukan terapis  yang memimpin dan mengarahkan jalannya terapi. Terapi menggunakan refeleksi – pengulangan atau perumusan kembali dari perasaan-perasaan yang diekspresikan klien tanpa menginterpretasikan atau  memberiak penilaian. Cara ini mendorong klien untuk mengeksplorasi lebih jauh perasaannya dan berhubungan dengan perasaan yang lebih dalam dan bagian dari diri yang tidak diakui karena kritikkan sosial. Terapis yang efektif seharusnya memilliki 4 kualitas atau atribut dasar  yaitu :
·         Penerimaan positif tanpa syarat, penerimaan positif tanpa syarat memberi klien perasaan aman yang mendorong klien untuk mengeksplorasi perasaan mereka tanpa takut akan penolakan.
·         Empati, merupakan kemampuan untuk memahami pengalaman dan perasaan seseorang dari sudut pandang orang tersebut. Memperlihatkan empati mendorong klien untuk berhubungan dengan perasaan yang mungkin hanya secara samar-samar disadari.
·         Ketulusan, merupakan kemampuan untuk terbuka mengenai perasaan seseorang.
·         Kongruen, mengacu pada kecocokan antra pikiran, perasaan dan perilaku seseorang.
                                  

5.      

DAFTAR PUSTAKA
Nevid.jeffery s.dkk.2005.Psikologi Abnormal.Jakarta:Erlangga
I.M.Ingram.dkk.1993.Catatan kuliah PSIKIATRI.Jakarta:buku kedokteran EGC

http://psikology09b.blogspot.com/2012/03/terapi-individual-dalam-psikiatri.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar