Rabu, 02 Juli 2014

Tokoh-tokoh

Terapi Perilaku
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo
Langkah-langkah Terapi Perilaku
1.      Asesmen
Seseorang dengan problem tertentu biasanya akan dikaji dan dirujuk untuk terapi perilaku jika sesuai (lihat bagian Klien mana yang paling mendapatkan manfaat). Jika orang itu dan problemnya sesuai untuk dilakukan terapi perilaku, asesmen perilaku penuh untuk problem itu akan dilakukan (Analisis Perilaku). Terapis menggunakan pendekatan direktif dan berorientasi masalah, mengajukan pertanyaan langsung kepada klien tentang masalahnya. Cara yang lebih ilmiah untuk mengkaji dan mengevaluasi lingkup problem adalah dengan menggunakan kuesioner.
2.      Proses Terapi
Begitu problem target telah dikaji penuh, terapeutik dimulai. Kemajuan dalam terapi dicapai dengan menjelaskan secara gamblang kepada klien tentang apa saja yang dilakukan dalam terapi, bagaimana prosesnya berjalan, apa yang diharapkan dari klien dan bagian yang diperankannya dalam kemajuannya sendiri. Kesulitan yang diantisipasinya akan dibahas secara terbuka dan dihasilkan solusinya.
3.      Terapi Paparan
Prinsip paparan selalu sama (seseorang yang takut anjing, justru akan dipapar anjing). Dengan paparan terus-menerus pada objek atau situasi yang ditakuti, awalnya kecemasan akan muncul, namun akhirnya memudar pada level yang bisa ditoleransi. Paparan dilakukan dengan cara yang terstruktur dan bisa dikelola, selalu dengan pemahaman dan persetujuan klien, namun juga dengan pemberian rasionalisasi yang jelas.
a.  Flooding, seseorang dipapar pada situasi yang paling ditakuti untuk periode yang lama, tetap dalam situasi itu hingga ketakutannya mereda.
b.  Implosi (Implosion), seseorang dipapar pada situasi yang paling ditakuti namun hanya dalam imajinasi
4.      Pelatihan Keterampilan
Pelatihan keterampilan dilakukan setahap demi setahap. Bidang-bidang umum yang ditangani terapis adalah pelatihan keterampilan asertif, pelatihan keterampilan social, dan pelatihan keterampilan seksual. Dalam pemodelan terapis mendemonstrasikan perilaku yang sesuai, komponen demi komponen, dan mendorong klien mengikuti contoh, memberi masukan dan pujian jika berkinerja bagus.
5.      Pelatihan Pengendalian Diri
Pelatihan pengendalian diri bertujuan membantu klien mengendalikan perilaku dan perasannya. Bentuk monitor diri (menyimpan catatan harian tentang perilaku bermasalah dan keadaan ketika itu terjadi) banyak digunakan dalam terapi perilaku, sehingga klien bisa mengidentifikasi petunjuk spesifik yang memicu perilaku bermasalahnya dan didorong untuk berlatih mengendalikan diri ketika perilaku itu muncul. Klien didorong untuk menghargai dirinya dengan berbagai cara jika ia bisa mengendalikan diri, maka disebut penguatan.
6.      Format Sesi Khas
             Sesi asesmen utama berbeda dengan sesi yang sedang berjalan karena dirancang untuk menemukan  banyak informasi tentang klien dan masalahnya. Sesi-sesi berikutnya pada tahap tertentu akan ditentukan oleh sifat dasar permasalahan tertentu klien, namun akan mengikuti rencana umum. Terapis menyambut klien dan menegosiasikan agenda untuk sesi-sesi terapi.

Terapi kelompok
Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap Intake
Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap Pengembangan Kelompok
Petugas kesehatan  harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.

Terapi Keluarga
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson 
Proses dan Teknik Terapi Keluarga
Dalam perjalanannya, untuk membedakan suatu dimensi dari berorientasi individu ke sistem yang diorientasikan pemikiran, keluarga therapists dapat diuraikan seperti kepala perguruan tinggi/ dirigen. Dirigen, sebagai pembanding, cenderung ke program dan mengorganisir cara bekerja, menentukan agenda, menugaskan tugas, dan dengan aktif menanyai dan mengajar. Dalam kasus Ackerman, ini mungkin dalam rangka menghilangkan pengingkaran dan kemunafikan, menuntut anggota keluarga untuk lebih membuka dengan dia dan dengan diri mereka. Ia menghadapi seksual, agresif, dan perasaan tergantung. Cara nya besar, yakin, dan jujur. Satir, pada sisi lain, menjadikan dirinya sebagai guru dan tenaga ahli di  komunikasi. Dia mengarahkan ke diskusi, dan menunjukkan permasalahan dalam hal komunikasi. Dia menetapkan dirinya sebagai contoh komunikasi yang jelas, penggunaan yang sederhana dan kata-katanya jelas, dan menjelaskan prinsip nya kepada keluarga. Meskipun demikian terkait dengan segi manusia yang lain yang dapat merasakan dan interaksi, dia pada dasarnya seorang guru dan contoh yang memiliki kejelasan dalam berkomunikasi. Bagaimanapun, apakah lebih sebagai kondektur atau reaktor, Ackerman dan Satir, semua keluarga therapists perlu bermain suatu peran yang lebih aktif dibanding yang sudah biasa dalam individu therapy. Therapist harus yang lebih memiliki kemampuan dalam penggunaan kendali, melembutkan argumentasi, dan memandu diskusi. Terapi keluarga meletakkan therapist dalam suatu hubungan yang berbeda dengan klien nya dibanding dalam  terapi kelompok atau individu. Ia tidak dimulai dari dasar yang sama atau dari sama sama ketidak-tahuan. Anggota keluarga masuk dengan suatu pengalaman umum; therapist adalah orang luar. Dalam pelaksanaan bahkan untuk mengerti sindiran sindiran mereka untuk membagi bersama pengalaman, ia harus belajar ke kultur keluarga, bahasa dan aturan. Therapist harus sampai kepada dalamnya sistem keluarga memahami dan bekerja dengan itu. Sekalipun begitu ia tidak bisa menjadi 'yang diatur & bagian dari sistem', karena ia harus menyendiri dari itu dalam rangka memahami aktivitas nya dan untuk memandu perubahan nya. Begitu, sisanya antar detasemen dan keterlibatan menjadi yang lebih dikritisi dalam keluarga therapy dibanding dalam bentuk lain psikoterapi.
 
Terapi Bermain
PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN SEBAGAI TEKNIK PSIKOTERAPI
1. Nilai Terapiutik dari Permainan
Saat anak mengeluarkan perasaannya melalui permaianan, maka mereka membawa perasaan tersebut ke dalam tingkat kesadaran, sehingga akhirnya mereka akan terbuka, menerima dan belajar mengendalikan atau menolaknya.
Bentuk-bentuk permaianan untuk mengekspresikan diri dapat berupa :
v Maianan kehidupan nyata. Boneka yang terdiri atas keluarga, boneka rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh kartun dapat menjai media untuk mengekspresikan perasaan secara langsung. Terapis dapat menggunakan mainan mobil-mobilan, alat masak tiruan kartu bergambar, atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.
v Maianan pelepas agresivitas-bermain peran. Klien dapat mengkomunikasikan emosi yang terpendam melalui mainan atau materi seperti karung tinju, boneka tentara, boneka dinosaurus dan hewan-hewan buas, pistol dan pisau mainan, boneka orang dan balok kayu.
v Mainan pelepas emosi dan ekspresi kreativitas. Pasir, air, balok, atau lilin dapat menjadi sarana klien mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.
2. Kepada Siapa Terapi Bermain Diberikan
Terapi bermain dapat dipakai baik sebagai asesmen maupun sebagai terapi. Sebagai sebuah terapi, terapi bermain dapat diberikan kepada anak yang :
v Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.
v Gangguan emosi dan skizofren.
v Takut dan cemas.
v Mengalami masalah penyesuaian social.
v Kesulitan bicara.
v Mengalami gangguan visual spatial.
v Anak penyandang autism.
3. Prosedur dalam Terapi Bermain.
Fase Persiapan :
Sebelum memasuki fase terapi bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu apa yang akan dihadapi dan akan dilakukannya. Guru bercerita bahwa nanti ada banyak permainan dan kamu pasti akan senang serta menjelaskan bahwa proses ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Proses Terapi Bermain :
Menggambarkan lima tahap dimana anak yang mengalami gangguan emosi berkembang menuju ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan :
v Emosi negative terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain. Misalnya ekspresi dari reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang bermain, alat permainan, atau pada terapis.
v Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan kekasaran.
v Anak lebih focus dalam mengekspresikan emosi negative, misalnya pada orang tua, diri sendiri, atau orang lain dalam hidupnya.
v Emosi dan sikap yang bertentangan, negative dengan positif, kembali terjadi dengan focus pada orang tua, diri anak atau orang lain.
v Anak mengekspresikan tilikan diri dan pemahaman atas emosi negative ataupun positif yang ada pada dirinya dengan jelas, terbedakan, terpisah dan realistic dengan sikap posiif yang lebih dominan.
Misalnya bermain Pasir, guru bercerita sambil mengajak anak memegang pasir dan sesuka anak untuk membentuk pasir, sampai anak tersebut puas dengan kreativitasnya sendiri. Nah disitu guru pelan-pelan memasukkan pesan yang baik, agar anak dengan sendirinya paham dan sadar tanpa paksaan dari orang lain.
4. Hal Penting Sesudah Terapi Bermain.
Jika Terapi bermain selesai, sebaiknya anak tersebut dibiarkan dulu, jangan ditanya tentang apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya selama bermain. Akan tetapi hal tersebut diperbolehkan jika anak yang lebih dulu memulai pembicaraan tentang yang terjadi. Nah, baru anak tersebut setelah sampai di rumah disuruh menggambar atau melukis.
Karakteristik Kepribadian Terapis Bermain yang Efektif.
v Secara tulus tertarik pada dunia anak dan mampu mengembangkan hubungan yang hangat dan menyenangkan.
v Permaianan tanpa syarat terapis terhadap anak dan tidak mengharapkan adanya hal yang lain pada anak.
v Terapis menciptakan rasa aman dan kebebasan dalam hubungan dengan anak sehingga anak merasa bebas bereksplorasi dan mengekspresikan diri sepenuhnya.
v Terapis selalu sensitive terhadap perasaan anak dan dengan hati-hati merefleksikan perasaan tersebut sehingga anak mengembangkan pengertian diri.
v Terapis percaya bahwa anak dapat bertanggungjawab dalam bertindak, menghargai, dan membiarkan anak menunjukkan kemampuannya menyelesaikan masalah pribadi.
v Terapis percaya pengarahan diri anak, membiarkan anak memimpin di segala area hubungan dan tidak mengarahkan anak dalam bermain atau berbicara.
v Terapis menghargai peningkatan proses terapiutik yang alami dan tidak terburu-buru.
v Terapis membangun batasan terapiutik yang membantu anak menerima tanggungjawab dari hubungan personal yang tepat.
 

Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf

Tokoh- tokoh

Terapi Psikoanalisa
Tokoh utama dari psikoanalisa adalah Sigmund Freud
Teknik Terapi Psikoanalisa
Dalam melakukan terapi psikoanalisa ini ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut;
Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas sebagai teknik utama dalam psikoanalisis. Salah satu pasien Freud, menyebut metode free association sebagai “penyembuhan dengan bicara”. Maksudnya suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi, berbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong, apalagi disensor. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari. Dalam tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk mendapatkan data-data dari klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam bawah sadarnya, dengan tehnik ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia rasakan tanpa ada yang disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk dibelakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres, memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari perilaku yang tidak disadari).
Interpretasi atau Penafsiran
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi atau proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien. Analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan berbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap berbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Analisis Mimpi
Studi Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan pandangan-pandangan kritisnya tentang hal ini. Baginya mimpi merupakan perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar dan bersifat halusinasi atas keinginan-keinginan yang terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud adalah adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau semacam ketidakjujuran batiniah. Oleh karena itu Freud mencetuskan teknik analisis mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh pemahaman kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Pada teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang bersifat berulang, menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung.
Analisis dan interpretasi resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi. Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang tidak disadarinya.
Analisis dan interpretasi transferensi
Transferensi adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun. Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu mengembangkan tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.

Terapi humanistik eksistensial
terapi ini dipelopori oleh banyak tokoh berpaham eksistensial seperti Victor Frankl, Rollo May, Irvin Yalom, James Bugental.
Metode atau Teknik Terapi Eksistensial Humanistik
Dalam terapi eksistensial humanistik ini tidak memiliki metode yang siap pakai seperti terapi lain. Dalam terapi ini para terapis bisa menggunakan beberapa metode terapi atau bahkan menggabungkannya. Beberapa orang eksistensialis mengesampingkan metode, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi. Fokus terapi ini adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu. Biasaya terapis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik.
Sehingga sering kali para terapis mengadopsi metode fenomenologis yang tidak menganggap semua hal bisa diterima begitu saja, tetapi semua hal perlu dipertanyakan. Terapis diminta menjadi naïf, memiliki sikap terbuka, dan tidak berasumsi bahwa ia tahu dan paham segala hal yang terjadi atau yang dirasakan klien. Terapis harus dapat mengeyampingkan pemahaman yang diperolehnya, menanggalkan prasangka dan bias, terapis harus mendorong klien untuk bisa bertindak pada dirinya sendiri. Dengan begitu terapis dapat mengetahui apapun yang terjadi dengan klien dan lebih fokus pada masalah klien, memperoleh pemahaman yang lebih baik, sehingga mendapat kejelasan yang lebih besar tentang klien.
Namun disisi lain terapi eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik khusus seperti menghayati keberadaan dunia objektif dan subjektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi).
Proses terapeutik meliputi tiga tahap, yaitu;
  1. Terapis membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Terapis mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
  2. Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
  3. Berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
Person-Centered by Carl Roger
Teknik Konseling
Rogers (dalam Corey, 1986) menekankan bahwa yang terpenting dalam proses konseling ini adalah filsafat dan sikap konselor, bukan pada teknik yang didesain untuk membuat klien “berbuat sesuatu”. Pada dasarnya teknik itu menggambarkan implementasi filsafat dan sikap, yang harus konsisten dengan filsafat dan sikap konselor. Dengan adanya perkembangan yang menekankan filsafat dan sikap ini maka ada perubahan-perubahan di dalam frekuensi penggunaan bermacam teknik misalnya : bertanya, penstrukturan, interpretasi, memberi saran atau nasihat.

Terapi Logoterapi
Logoterapi dikemukakan oleh Viktor Emile Frankl
terapi logoterapi
1. Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya (Koeswara, 1992).
Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti. Landasan dari intensi paradoksikal adalah kemampuan manusia untuk mengambil jarak atau bebas bersikap terhadap dirinya sendiri (Boeree, 2007). Frankl (dalam Koeswara, 1992) mencatat bahwa pola reaksi atau respon yang biasa digunakan oleh individu untuk mengatasi kecemasan antisipatori adalah menghindari atau lari dari situasi yang menjadi sumber kecemasan.
Contohnya, individu yang menghindari eritrofobia selalu cemas kalau-kalau dirinya gemetaran dan mandi keringat ketika berada di dalam ruangan yang penuh dengan orang. Kemudian, karena telah ada antisipasi sebelumnya, individu benar-benar gemetaran dan mandi keringat ketika dia memasuki ruangan yang penuh dengan orang. Individu pengidap eritrofobia ini berada dalam lingkaran setan. Gejala gemetaran dan mandi keringat menghasilkan kecemasan, kemudian kecemasan antisipatori ini menimbulkan gejala-gejala gemetaran dan mandi keringat. Jadi gejala antisipatori mengurung individu di dalam kecemasan terhadap kecemasan (Koeswara, 1992).
2. Derefleksi
Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 2007).
Pasien dengan teknik ini diderefleksikan dari gangguan yang dialaminya kepada tugas tertentu dalam hidupnya atau dengan perkataan lain dikonfrontasikan dengan makna. Apabila fokus dorongan beralih dari konflik kepada tujuan-tujuan yang terpusat pada diri sendiri, maka hidup seseorang secara keseluruhan menjadi lebih sehat, meskipun boleh jadi neurosisnya tidak hilang sama sekali.
3. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya (Koeswara, 1992).
Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut. 


Terapi analisis transaksional
Teknik-teknik Konseling
A. Analisis Struktural
B. Metode Didaktik
C. Analisis Transaksi (Transactional Analysis)
D. Permainan Peran ( Role Play)
E. Percontohan Keluarga
F. Analisis Hiburan, Upacara, dan Permainan
G. Analisi Permainan dan Ketegangan

Terapi Perilaku Emotif Rasional
Tokoh Albert Ellis
Teknik-teknik REBT
  • Teknik Kognitif. Teknik ini membantu klien berpikir mengenai pemikirannya dengan cara yang lebih konstruktif. Klien diajar untuk memeriksa bukti-bukti yang mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menggunakan tiga kriteria utama: a) Logika, b) Realisme dan, c) Kemanfaatan
  • Teknik Perilaku. Teknik ini dinegosiasikan dengan klien atas dasar sifatnya yang menentang, tetapi tidak sampai membuat kewalahan, yaitu, tugas-tugas yang cukup menstimulasi untuk mewujudkan perubahan terapeutik, namun tidak terlalu menakutkan karena justru akan menghambat menjalankan tugas-tugas tersebut.
  • Teknik Emotif. Ini sepenuhnya melibatkan emosi klien saat ia dengan penuh semangat melawan keyakinan-keyakinan irasionalnya. Teknik ini merupakan latihan penyerangan rasa malu di mana klien berperilaku dengan cara yang ‘memalukan’ di kehidupan nyata untuk menimbulkan cemooh atau celaan publik.
  • Teknik Imajeri. Teknik utama adalah teknik imajeri emotif-rasional di mana klien didorong untuk merasa cemas dengan membayangkan melakukan presentasi yang buruk di hadapan kolega-koleganya dan kemudian, tanpa mengubah rincian dari gambaran mental tersebut, mengubah emosi klien pada satu hal yang dicemaskan. Perubahan emosi tersebut terjadi pada klien yang menggantikan keyakinan irasionalnya dengan keyankinan rasional
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
- See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. - See more at: http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-perilaku-psikoterapi.html#sthash.Htfdt7tU.dpuf
sumber:
http://nurainiajeeng.wordpress.com/2013/03/24/terapi-eksistensial-humanistik/
http://ayudesisetiadewi.weebly.com/1/post/2013/02/teori-konseling-analisis-transaksional.html

Selasa, 01 Juli 2014

Terapi kelompok, Terapi keluarga, Terapi bermain

Terapi Kelompok
      Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa )
Terapi kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu. (Deborah Atai Otong )
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal :
1. Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2. Memperbaiki hubungan interpersonal.
3. Perubahan tingkah laku.
Terapi Kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok. (Judih Haber)
Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan Umum :
* Meningkatkan kemampuan uji realitas
* Membentuk sosialisasi
* Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku defensive
* Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif

Tujuan Khusus :
* Meningkatkan identitas diri
* Menyalurkan emosi
* Keterampilan hubungan social


Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap Intake
Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap Pengembangan Kelompok
Petugas kesehatan  harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.
 Terapi Keluarga
    Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan, 1953).
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :
  1. the double bind (ikatan ganda)
Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan tetap stabil.
  1. family homeostasis (kestabikan keluarga)
Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi anggota keluarga maka sistem dalam keluarga musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh anggota keluarga bukan individual/perorangan.
Adanya gangguan dalam pola komunikasi keluarga adalah inti dari double bind. Ini terjadi bila ‘korban’ menerima pesan yang berlawanan/bertentangan yang membuat sulit bertindak konsisten dan memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia harus asertif dan membela haknya namun diwaktu yang sama dia diharuskan menghormati orangtuanya, tidak menentang kehendaknya, dan tidak pernah menanyakan/menuntut kebutuhan mereka. Apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan. Keadaan ini selalu ditutupi dan disembunyikan, sehingga si ‘korban’ tidak pernah menemukan sumber dari kebingungannya. Jika komunikasi ini (double bind communication) terjadi berulang kali, akan mendorong perilaku skizoprenik.
Kemudian timbul kontrovesi mengenai teori double bind ini, khususnya dengan faktor gentik dan sosiologi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Hal ini kemudian melahirkan penelitian untuk pengembangan terapi keluarga.
Tujuan terapi keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh. Ada cara tercepat dalam terapi dimana terapis keluarga membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga dengan menunjukan cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga itu. Kemudian, setiap anggota keluarga diminta menyampaikan harapan untuk perkembangan diri mereka sebaik mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen pada terapis.

Proses dan Teknik Terapi Keluarga
Dalam perjalanannya, untuk membedakan suatu dimensi dari berorientasi individu ke sistem yang diorientasikan pemikiran, keluarga therapists dapat diuraikan seperti kepala perguruan tinggi/ dirigen. Dirigen, sebagai pembanding, cenderung ke program dan mengorganisir cara bekerja, menentukan agenda, menugaskan tugas, dan dengan aktif menanyai dan mengajar. Dalam kasus Ackerman, ini mungkin dalam rangka menghilangkan pengingkaran dan kemunafikan, menuntut anggota keluarga untuk lebih membuka dengan dia dan dengan diri mereka. Ia menghadapi seksual, agresif, dan perasaan tergantung. Cara nya besar, yakin, dan jujur. Satir, pada sisi lain, menjadikan dirinya sebagai guru dan tenaga ahli di  komunikasi. Dia mengarahkan ke diskusi, dan menunjukkan permasalahan dalam hal komunikasi. Dia menetapkan dirinya sebagai contoh komunikasi yang jelas, penggunaan yang sederhana dan kata-katanya jelas, dan menjelaskan prinsip nya kepada keluarga. Meskipun demikian terkait dengan segi manusia yang lain yang dapat merasakan dan interaksi, dia pada dasarnya seorang guru dan contoh yang memiliki kejelasan dalam berkomunikasi. Bagaimanapun, apakah lebih sebagai kondektur atau reaktor, Ackerman dan Satir, semua keluarga therapists perlu bermain suatu peran yang lebih aktif dibanding yang sudah biasa dalam individu therapy. Therapist harus yang lebih memiliki kemampuan dalam penggunaan kendali, melembutkan argumentasi, dan memandu diskusi. Terapi keluarga meletakkan therapist dalam suatu hubungan yang berbeda dengan klien nya dibanding dalam  terapi kelompok atau individu. Ia tidak dimulai dari dasar yang sama atau dari sama sama ketidak-tahuan. Anggota keluarga masuk dengan suatu pengalaman umum; therapist adalah orang luar. Dalam pelaksanaan bahkan untuk mengerti sindiran sindiran mereka untuk membagi bersama pengalaman, ia harus belajar ke kultur keluarga, bahasa dan aturan. Therapist harus sampai kepada dalamnya sistem keluarga memahami dan bekerja dengan itu. Sekalipun begitu ia tidak bisa menjadi 'yang diatur & bagian dari sistem', karena ia harus menyendiri dari itu dalam rangka memahami aktivitas nya dan untuk memandu perubahan nya. Begitu, sisanya antar detasemen dan keterlibatan menjadi yang lebih dikritisi dalam keluarga therapy dibanding dalam bentuk lain psikoterapi.

A.DEFINISI TERAPI BERMAIN
Permainan adalah aktivitas yang mengandung motivasi instrinsik, member kesenangan dan kepuasan bagi siapa yang terlibat, dan dipilih secara sukarela.
Terapi bermain adalah pemanfaatan permaianan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikosoaial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.

B.PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN SEBAGAI TEKNIK PSIKOTERAPI
1. Nilai Terapiutik dari Permainan
Saat anak mengeluarkan perasaannya melalui permaianan, maka mereka membawa perasaan tersebut ke dalam tingkat kesadaran, sehingga akhirnya mereka akan terbuka, menerima dan belajar mengendalikan atau menolaknya.
Bentuk-bentuk permaianan untuk mengekspresikan diri dapat berupa :
v Maianan kehidupan nyata. Boneka yang terdiri atas keluarga, boneka rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh kartun dapat menjai media untuk mengekspresikan perasaan secara langsung. Terapis dapat menggunakan mainan mobil-mobilan, alat masak tiruan kartu bergambar, atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.
v Maianan pelepas agresivitas-bermain peran. Klien dapat mengkomunikasikan emosi yang terpendam melalui mainan atau materi seperti karung tinju, boneka tentara, boneka dinosaurus dan hewan-hewan buas, pistol dan pisau mainan, boneka orang dan balok kayu.
v Mainan pelepas emosi dan ekspresi kreativitas. Pasir, air, balok, atau lilin dapat menjadi sarana klien mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.
2. Kepada Siapa Terapi Bermain Diberikan
Terapi bermain dapat dipakai baik sebagai asesmen maupun sebagai terapi. Sebagai sebuah terapi, terapi bermain dapat diberikan kepada anak yang :
v Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.
v Gangguan emosi dan skizofren.
v Takut dan cemas.
v Mengalami masalah penyesuaian social.
v Kesulitan bicara.
v Mengalami gangguan visual spatial.
v Anak penyandang autism.
3. Prosedur dalam Terapi Bermain.
Fase Persiapan :
Sebelum memasuki fase terapi bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu apa yang akan dihadapi dan akan dilakukannya. Guru bercerita bahwa nanti ada banyak permainan dan kamu pasti akan senang serta menjelaskan bahwa proses ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Proses Terapi Bermain :
Menggambarkan lima tahap dimana anak yang mengalami gangguan emosi berkembang menuju ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan :
v Emosi negative terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain. Misalnya ekspresi dari reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang bermain, alat permainan, atau pada terapis.
v Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan kekasaran.
v Anak lebih focus dalam mengekspresikan emosi negative, misalnya pada orang tua, diri sendiri, atau orang lain dalam hidupnya.
v Emosi dan sikap yang bertentangan, negative dengan positif, kembali terjadi dengan focus pada orang tua, diri anak atau orang lain.
v Anak mengekspresikan tilikan diri dan pemahaman atas emosi negative ataupun positif yang ada pada dirinya dengan jelas, terbedakan, terpisah dan realistic dengan sikap posiif yang lebih dominan.
Misalnya bermain Pasir, guru bercerita sambil mengajak anak memegang pasir dan sesuka anak untuk membentuk pasir, sampai anak tersebut puas dengan kreativitasnya sendiri. Nah disitu guru pelan-pelan memasukkan pesan yang baik, agar anak dengan sendirinya paham dan sadar tanpa paksaan dari orang lain.
4. Hal Penting Sesudah Terapi Bermain.
Jika Terapi bermain selesai, sebaiknya anak tersebut dibiarkan dulu, jangan ditanya tentang apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya selama bermain. Akan tetapi hal tersebut diperbolehkan jika anak yang lebih dulu memulai pembicaraan tentang yang terjadi. Nah, baru anak tersebut setelah sampai di rumah disuruh menggambar atau melukis.
Karakteristik Kepribadian Terapis Bermain yang Efektif.
v Secara tulus tertarik pada dunia anak dan mampu mengembangkan hubungan yang hangat dan menyenangkan.
v Permaianan tanpa syarat terapis terhadap anak dan tidak mengharapkan adanya hal yang lain pada anak.
v Terapis menciptakan rasa aman dan kebebasan dalam hubungan dengan anak sehingga anak merasa bebas bereksplorasi dan mengekspresikan diri sepenuhnya.
v Terapis selalu sensitive terhadap perasaan anak dan dengan hati-hati merefleksikan perasaan tersebut sehingga anak mengembangkan pengertian diri.
v Terapis percaya bahwa anak dapat bertanggungjawab dalam bertindak, menghargai, dan membiarkan anak menunjukkan kemampuannya menyelesaikan masalah pribadi.
v Terapis percaya pengarahan diri anak, membiarkan anak memimpin di segala area hubungan dan tidak mengarahkan anak dalam bermain atau berbicara.
v Terapis menghargai peningkatan proses terapiutik yang alami dan tidak terburu-buru.
v Terapis membangun batasan terapiutik yang membantu anak menerima tanggungjawab dari hubungan personal yang tepat. 

Sumber:
http://asmianifawziah.blogspot.com/2012/11/family-therapy-terapi-keluarga.html
http://firnurdiono.wordpress.com/therapi-bermain/