Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo
Langkah-langkah Terapi Perilaku
1. Asesmen
Seseorang dengan problem tertentu biasanya akan
dikaji dan dirujuk untuk terapi perilaku jika sesuai (lihat bagian Klien mana
yang paling mendapatkan manfaat). Jika orang itu dan problemnya sesuai untuk
dilakukan terapi perilaku, asesmen perilaku penuh untuk problem itu akan
dilakukan (Analisis Perilaku). Terapis menggunakan pendekatan direktif dan
berorientasi masalah, mengajukan pertanyaan langsung kepada klien tentang
masalahnya. Cara yang lebih ilmiah untuk mengkaji dan mengevaluasi lingkup
problem adalah dengan menggunakan kuesioner.
2. Proses
Terapi
Begitu problem target telah dikaji penuh, terapeutik
dimulai. Kemajuan dalam terapi dicapai dengan menjelaskan secara gamblang
kepada klien tentang apa saja yang dilakukan dalam terapi, bagaimana prosesnya
berjalan, apa yang diharapkan dari klien dan bagian yang diperankannya dalam
kemajuannya sendiri. Kesulitan yang diantisipasinya akan dibahas secara terbuka
dan dihasilkan solusinya.
3. Terapi
Paparan
Prinsip paparan selalu sama (seseorang yang takut
anjing, justru akan dipapar anjing). Dengan paparan terus-menerus pada objek
atau situasi yang ditakuti, awalnya kecemasan akan muncul, namun akhirnya
memudar pada level yang bisa ditoleransi. Paparan dilakukan dengan cara yang
terstruktur dan bisa dikelola, selalu dengan pemahaman dan persetujuan klien,
namun juga dengan pemberian rasionalisasi yang jelas.
a. Flooding,
seseorang dipapar pada situasi yang paling ditakuti untuk periode yang lama,
tetap dalam situasi itu hingga ketakutannya mereda.
b. Implosi
(Implosion), seseorang dipapar pada situasi yang paling ditakuti namun hanya
dalam imajinasi
4. Pelatihan
Keterampilan
Pelatihan keterampilan dilakukan setahap demi
setahap. Bidang-bidang umum yang ditangani terapis adalah pelatihan
keterampilan asertif, pelatihan keterampilan social, dan pelatihan keterampilan
seksual. Dalam pemodelan terapis mendemonstrasikan perilaku yang sesuai,
komponen demi komponen, dan mendorong klien mengikuti contoh, memberi masukan
dan pujian jika berkinerja bagus.
5. Pelatihan
Pengendalian Diri
Pelatihan pengendalian diri bertujuan membantu klien
mengendalikan perilaku dan perasannya. Bentuk monitor diri (menyimpan catatan
harian tentang perilaku bermasalah dan keadaan ketika itu terjadi) banyak
digunakan dalam terapi perilaku, sehingga klien bisa mengidentifikasi petunjuk
spesifik yang memicu perilaku bermasalahnya dan didorong untuk berlatih
mengendalikan diri ketika perilaku itu muncul. Klien didorong untuk menghargai
dirinya dengan berbagai cara jika ia bisa mengendalikan diri, maka disebut
penguatan.
6. Format
Sesi Khas
Sesi asesmen utama berbeda dengan sesi yang sedang
berjalan karena dirancang untuk menemukan banyak informasi tentang klien dan
masalahnya. Sesi-sesi berikutnya pada tahap tertentu akan ditentukan oleh sifat
dasar permasalahan tertentu klien, namun akan mengikuti rencana umum. Terapis
menyambut klien dan menegosiasikan agenda untuk sesi-sesi terapi.Terapi kelompok
Proses
terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap
Intake
Terjadi
kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk
melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya
kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri
atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap
Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin
kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan
kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap
Penyeleksian Anggota
Penyeleksian
anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan
manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap
Pengembangan Kelompok
Petugas
kesehatan harus memainkan peranan yang
aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap
Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi
tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi
terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan
kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi
dapat dilakukan.
Terapi Keluarga
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson
Proses
dan Teknik Terapi Keluarga
Dalam perjalanannya, untuk membedakan
suatu dimensi dari berorientasi individu ke sistem yang diorientasikan
pemikiran, keluarga therapists dapat diuraikan seperti kepala perguruan tinggi/
dirigen. Dirigen,
sebagai pembanding, cenderung ke program dan mengorganisir cara bekerja,
menentukan agenda, menugaskan tugas, dan dengan aktif menanyai dan mengajar.
Dalam kasus Ackerman, ini mungkin dalam rangka menghilangkan pengingkaran dan
kemunafikan, menuntut anggota keluarga untuk lebih membuka dengan dia dan
dengan diri mereka. Ia menghadapi seksual, agresif, dan perasaan tergantung.
Cara nya besar, yakin, dan jujur. Satir, pada sisi lain, menjadikan dirinya
sebagai guru dan tenaga ahli di
komunikasi. Dia mengarahkan ke diskusi, dan menunjukkan permasalahan dalam
hal komunikasi. Dia menetapkan dirinya sebagai contoh komunikasi yang jelas,
penggunaan yang sederhana dan kata-katanya jelas, dan menjelaskan prinsip nya
kepada keluarga. Meskipun demikian terkait dengan segi manusia yang lain yang
dapat merasakan dan interaksi, dia pada dasarnya seorang guru dan contoh yang
memiliki kejelasan dalam berkomunikasi. Bagaimanapun, apakah lebih sebagai
kondektur atau reaktor, Ackerman dan Satir, semua keluarga therapists perlu
bermain suatu peran yang lebih aktif dibanding yang sudah biasa dalam individu
therapy. Therapist harus yang lebih memiliki kemampuan dalam penggunaan
kendali, melembutkan argumentasi, dan memandu diskusi. Terapi keluarga
meletakkan therapist dalam suatu hubungan yang berbeda dengan klien nya
dibanding dalam terapi kelompok atau
individu. Ia tidak dimulai dari dasar yang sama atau dari sama sama
ketidak-tahuan. Anggota keluarga masuk dengan suatu pengalaman umum; therapist
adalah orang luar. Dalam pelaksanaan bahkan untuk mengerti sindiran sindiran
mereka untuk membagi bersama pengalaman, ia harus belajar ke kultur keluarga,
bahasa dan aturan. Therapist harus sampai kepada dalamnya sistem keluarga memahami dan bekerja dengan itu. Sekalipun
begitu ia tidak bisa menjadi 'yang diatur & bagian dari sistem', karena ia
harus menyendiri dari itu dalam rangka memahami aktivitas nya dan untuk memandu
perubahan nya. Begitu, sisanya antar detasemen dan keterlibatan menjadi yang
lebih dikritisi dalam keluarga therapy dibanding dalam bentuk lain psikoterapi.
Terapi Bermain
PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN SEBAGAI TEKNIK PSIKOTERAPI
1. Nilai Terapiutik dari Permainan
Saat
anak mengeluarkan perasaannya melalui permaianan, maka mereka membawa
perasaan tersebut ke dalam tingkat kesadaran, sehingga akhirnya mereka
akan terbuka, menerima dan belajar mengendalikan atau menolaknya.
Bentuk-bentuk permaianan untuk mengekspresikan diri dapat berupa :
v Maianan
kehidupan nyata. Boneka yang terdiri atas keluarga, boneka
rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh kartun dapat menjai media
untuk mengekspresikan perasaan secara langsung. Terapis dapat
menggunakan mainan mobil-mobilan, alat masak tiruan kartu bergambar,
atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.
v Maianan
pelepas agresivitas-bermain peran. Klien dapat mengkomunikasikan emosi
yang terpendam melalui mainan atau materi seperti karung tinju, boneka
tentara, boneka dinosaurus dan hewan-hewan buas, pistol dan pisau
mainan, boneka orang dan balok kayu.
v Mainan
pelepas emosi dan ekspresi kreativitas. Pasir, air, balok, atau lilin
dapat menjadi sarana klien mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.
2. Kepada Siapa Terapi Bermain Diberikan
Terapi
bermain dapat dipakai baik sebagai asesmen maupun sebagai terapi.
Sebagai sebuah terapi, terapi bermain dapat diberikan kepada anak yang :
v Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.
v Gangguan emosi dan skizofren.
v Takut dan cemas.
v Mengalami masalah penyesuaian social.
v Kesulitan bicara.
v Mengalami gangguan visual spatial.
v Anak penyandang autism.
3. Prosedur dalam Terapi Bermain.
Fase Persiapan :
Sebelum
memasuki fase terapi bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu
apa yang akan dihadapi dan akan dilakukannya. Guru bercerita bahwa nanti
ada banyak permainan dan kamu pasti akan senang serta menjelaskan bahwa
proses ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Proses Terapi Bermain :
Menggambarkan
lima tahap dimana anak yang mengalami gangguan emosi berkembang menuju
ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan :
v Emosi
negative terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain.
Misalnya ekspresi dari reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang
bermain, alat permainan, atau pada terapis.
v Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan kekasaran.
v Anak lebih focus dalam mengekspresikan emosi negative, misalnya pada orang tua, diri sendiri, atau orang lain dalam hidupnya.
v Emosi
dan sikap yang bertentangan, negative dengan positif, kembali terjadi
dengan focus pada orang tua, diri anak atau orang lain.
v Anak
mengekspresikan tilikan diri dan pemahaman atas emosi negative ataupun
positif yang ada pada dirinya dengan jelas, terbedakan, terpisah dan
realistic dengan sikap posiif yang lebih dominan.
Misalnya
bermain Pasir, guru bercerita sambil mengajak anak memegang pasir dan
sesuka anak untuk membentuk pasir, sampai anak tersebut puas dengan
kreativitasnya sendiri. Nah disitu guru pelan-pelan memasukkan pesan
yang baik, agar anak dengan sendirinya paham dan sadar tanpa paksaan
dari orang lain.
4. Hal Penting Sesudah Terapi Bermain.
Jika
Terapi bermain selesai, sebaiknya anak tersebut dibiarkan dulu, jangan
ditanya tentang apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya selama
bermain. Akan tetapi hal tersebut diperbolehkan jika anak yang lebih
dulu memulai pembicaraan tentang yang terjadi. Nah, baru anak tersebut
setelah sampai di rumah disuruh menggambar atau melukis.
Karakteristik Kepribadian Terapis Bermain yang Efektif.
v Secara tulus tertarik pada dunia anak dan mampu mengembangkan hubungan yang hangat dan menyenangkan.
v Permaianan tanpa syarat terapis terhadap anak dan tidak mengharapkan adanya hal yang lain pada anak.
v Terapis
menciptakan rasa aman dan kebebasan dalam hubungan dengan anak sehingga
anak merasa bebas bereksplorasi dan mengekspresikan diri sepenuhnya.
v Terapis
selalu sensitive terhadap perasaan anak dan dengan hati-hati
merefleksikan perasaan tersebut sehingga anak mengembangkan pengertian
diri.
v Terapis
percaya bahwa anak dapat bertanggungjawab dalam bertindak, menghargai,
dan membiarkan anak menunjukkan kemampuannya menyelesaikan masalah
pribadi.
v Terapis
percaya pengarahan diri anak, membiarkan anak memimpin di segala area
hubungan dan tidak mengarahkan anak dalam bermain atau berbicara.
v Terapis menghargai peningkatan proses terapiutik yang alami dan tidak terburu-buru.
v Terapis membangun batasan terapiutik yang membantu anak menerima tanggungjawab dari hubungan personal yang tepat.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Tehnik Terapi:
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.