Selasa, 01 Juli 2014

Terapi kelompok, Terapi keluarga, Terapi bermain

Terapi Kelompok
      Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa )
Terapi kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu. (Deborah Atai Otong )
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal :
1. Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2. Memperbaiki hubungan interpersonal.
3. Perubahan tingkah laku.
Terapi Kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok. (Judih Haber)
Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan Umum :
* Meningkatkan kemampuan uji realitas
* Membentuk sosialisasi
* Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku defensive
* Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif

Tujuan Khusus :
* Meningkatkan identitas diri
* Menyalurkan emosi
* Keterampilan hubungan social


Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap Intake
Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap Pengembangan Kelompok
Petugas kesehatan  harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.
 Terapi Keluarga
    Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan, 1953).
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :
  1. the double bind (ikatan ganda)
Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan tetap stabil.
  1. family homeostasis (kestabikan keluarga)
Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi anggota keluarga maka sistem dalam keluarga musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh anggota keluarga bukan individual/perorangan.
Adanya gangguan dalam pola komunikasi keluarga adalah inti dari double bind. Ini terjadi bila ‘korban’ menerima pesan yang berlawanan/bertentangan yang membuat sulit bertindak konsisten dan memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia harus asertif dan membela haknya namun diwaktu yang sama dia diharuskan menghormati orangtuanya, tidak menentang kehendaknya, dan tidak pernah menanyakan/menuntut kebutuhan mereka. Apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan. Keadaan ini selalu ditutupi dan disembunyikan, sehingga si ‘korban’ tidak pernah menemukan sumber dari kebingungannya. Jika komunikasi ini (double bind communication) terjadi berulang kali, akan mendorong perilaku skizoprenik.
Kemudian timbul kontrovesi mengenai teori double bind ini, khususnya dengan faktor gentik dan sosiologi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Hal ini kemudian melahirkan penelitian untuk pengembangan terapi keluarga.
Tujuan terapi keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh. Ada cara tercepat dalam terapi dimana terapis keluarga membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga dengan menunjukan cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga itu. Kemudian, setiap anggota keluarga diminta menyampaikan harapan untuk perkembangan diri mereka sebaik mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen pada terapis.

Proses dan Teknik Terapi Keluarga
Dalam perjalanannya, untuk membedakan suatu dimensi dari berorientasi individu ke sistem yang diorientasikan pemikiran, keluarga therapists dapat diuraikan seperti kepala perguruan tinggi/ dirigen. Dirigen, sebagai pembanding, cenderung ke program dan mengorganisir cara bekerja, menentukan agenda, menugaskan tugas, dan dengan aktif menanyai dan mengajar. Dalam kasus Ackerman, ini mungkin dalam rangka menghilangkan pengingkaran dan kemunafikan, menuntut anggota keluarga untuk lebih membuka dengan dia dan dengan diri mereka. Ia menghadapi seksual, agresif, dan perasaan tergantung. Cara nya besar, yakin, dan jujur. Satir, pada sisi lain, menjadikan dirinya sebagai guru dan tenaga ahli di  komunikasi. Dia mengarahkan ke diskusi, dan menunjukkan permasalahan dalam hal komunikasi. Dia menetapkan dirinya sebagai contoh komunikasi yang jelas, penggunaan yang sederhana dan kata-katanya jelas, dan menjelaskan prinsip nya kepada keluarga. Meskipun demikian terkait dengan segi manusia yang lain yang dapat merasakan dan interaksi, dia pada dasarnya seorang guru dan contoh yang memiliki kejelasan dalam berkomunikasi. Bagaimanapun, apakah lebih sebagai kondektur atau reaktor, Ackerman dan Satir, semua keluarga therapists perlu bermain suatu peran yang lebih aktif dibanding yang sudah biasa dalam individu therapy. Therapist harus yang lebih memiliki kemampuan dalam penggunaan kendali, melembutkan argumentasi, dan memandu diskusi. Terapi keluarga meletakkan therapist dalam suatu hubungan yang berbeda dengan klien nya dibanding dalam  terapi kelompok atau individu. Ia tidak dimulai dari dasar yang sama atau dari sama sama ketidak-tahuan. Anggota keluarga masuk dengan suatu pengalaman umum; therapist adalah orang luar. Dalam pelaksanaan bahkan untuk mengerti sindiran sindiran mereka untuk membagi bersama pengalaman, ia harus belajar ke kultur keluarga, bahasa dan aturan. Therapist harus sampai kepada dalamnya sistem keluarga memahami dan bekerja dengan itu. Sekalipun begitu ia tidak bisa menjadi 'yang diatur & bagian dari sistem', karena ia harus menyendiri dari itu dalam rangka memahami aktivitas nya dan untuk memandu perubahan nya. Begitu, sisanya antar detasemen dan keterlibatan menjadi yang lebih dikritisi dalam keluarga therapy dibanding dalam bentuk lain psikoterapi.

A.DEFINISI TERAPI BERMAIN
Permainan adalah aktivitas yang mengandung motivasi instrinsik, member kesenangan dan kepuasan bagi siapa yang terlibat, dan dipilih secara sukarela.
Terapi bermain adalah pemanfaatan permaianan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikosoaial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.

B.PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN SEBAGAI TEKNIK PSIKOTERAPI
1. Nilai Terapiutik dari Permainan
Saat anak mengeluarkan perasaannya melalui permaianan, maka mereka membawa perasaan tersebut ke dalam tingkat kesadaran, sehingga akhirnya mereka akan terbuka, menerima dan belajar mengendalikan atau menolaknya.
Bentuk-bentuk permaianan untuk mengekspresikan diri dapat berupa :
v Maianan kehidupan nyata. Boneka yang terdiri atas keluarga, boneka rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh kartun dapat menjai media untuk mengekspresikan perasaan secara langsung. Terapis dapat menggunakan mainan mobil-mobilan, alat masak tiruan kartu bergambar, atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.
v Maianan pelepas agresivitas-bermain peran. Klien dapat mengkomunikasikan emosi yang terpendam melalui mainan atau materi seperti karung tinju, boneka tentara, boneka dinosaurus dan hewan-hewan buas, pistol dan pisau mainan, boneka orang dan balok kayu.
v Mainan pelepas emosi dan ekspresi kreativitas. Pasir, air, balok, atau lilin dapat menjadi sarana klien mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.
2. Kepada Siapa Terapi Bermain Diberikan
Terapi bermain dapat dipakai baik sebagai asesmen maupun sebagai terapi. Sebagai sebuah terapi, terapi bermain dapat diberikan kepada anak yang :
v Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.
v Gangguan emosi dan skizofren.
v Takut dan cemas.
v Mengalami masalah penyesuaian social.
v Kesulitan bicara.
v Mengalami gangguan visual spatial.
v Anak penyandang autism.
3. Prosedur dalam Terapi Bermain.
Fase Persiapan :
Sebelum memasuki fase terapi bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu apa yang akan dihadapi dan akan dilakukannya. Guru bercerita bahwa nanti ada banyak permainan dan kamu pasti akan senang serta menjelaskan bahwa proses ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Proses Terapi Bermain :
Menggambarkan lima tahap dimana anak yang mengalami gangguan emosi berkembang menuju ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan :
v Emosi negative terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain. Misalnya ekspresi dari reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang bermain, alat permainan, atau pada terapis.
v Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan kekasaran.
v Anak lebih focus dalam mengekspresikan emosi negative, misalnya pada orang tua, diri sendiri, atau orang lain dalam hidupnya.
v Emosi dan sikap yang bertentangan, negative dengan positif, kembali terjadi dengan focus pada orang tua, diri anak atau orang lain.
v Anak mengekspresikan tilikan diri dan pemahaman atas emosi negative ataupun positif yang ada pada dirinya dengan jelas, terbedakan, terpisah dan realistic dengan sikap posiif yang lebih dominan.
Misalnya bermain Pasir, guru bercerita sambil mengajak anak memegang pasir dan sesuka anak untuk membentuk pasir, sampai anak tersebut puas dengan kreativitasnya sendiri. Nah disitu guru pelan-pelan memasukkan pesan yang baik, agar anak dengan sendirinya paham dan sadar tanpa paksaan dari orang lain.
4. Hal Penting Sesudah Terapi Bermain.
Jika Terapi bermain selesai, sebaiknya anak tersebut dibiarkan dulu, jangan ditanya tentang apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya selama bermain. Akan tetapi hal tersebut diperbolehkan jika anak yang lebih dulu memulai pembicaraan tentang yang terjadi. Nah, baru anak tersebut setelah sampai di rumah disuruh menggambar atau melukis.
Karakteristik Kepribadian Terapis Bermain yang Efektif.
v Secara tulus tertarik pada dunia anak dan mampu mengembangkan hubungan yang hangat dan menyenangkan.
v Permaianan tanpa syarat terapis terhadap anak dan tidak mengharapkan adanya hal yang lain pada anak.
v Terapis menciptakan rasa aman dan kebebasan dalam hubungan dengan anak sehingga anak merasa bebas bereksplorasi dan mengekspresikan diri sepenuhnya.
v Terapis selalu sensitive terhadap perasaan anak dan dengan hati-hati merefleksikan perasaan tersebut sehingga anak mengembangkan pengertian diri.
v Terapis percaya bahwa anak dapat bertanggungjawab dalam bertindak, menghargai, dan membiarkan anak menunjukkan kemampuannya menyelesaikan masalah pribadi.
v Terapis percaya pengarahan diri anak, membiarkan anak memimpin di segala area hubungan dan tidak mengarahkan anak dalam bermain atau berbicara.
v Terapis menghargai peningkatan proses terapiutik yang alami dan tidak terburu-buru.
v Terapis membangun batasan terapiutik yang membantu anak menerima tanggungjawab dari hubungan personal yang tepat. 

Sumber:
http://asmianifawziah.blogspot.com/2012/11/family-therapy-terapi-keluarga.html
http://firnurdiono.wordpress.com/therapi-bermain/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar