Terapi Kelompok
Terapi
Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-sama
dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau
petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa )
Terapi
kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang
menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu. (Deborah Atai Otong )
Terapi
Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang
telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu
atau lebih dalam hal :
1. Kesadaran
dan pengertian diri sendiri.
2. Memperbaiki
hubungan interpersonal.
3. Perubahan
tingkah laku.
Terapi
Kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok.
(Judih Haber)
Tujuan
Terapi Kelompok
Tujuan
Umum :
* Meningkatkan
kemampuan uji realitas
* Membentuk
sosialisasi
* Meningkatkan
fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi
emosional dengan perilaku defensive
* Membangkitkan
motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif
Tujuan
Khusus :
* Meningkatkan
identitas diri
* Menyalurkan
emosi
* Keterampilan
hubungan social
Proses
terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap
Intake
Terjadi
kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk
melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya
kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri
atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap
Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin
kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan
kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap
Penyeleksian Anggota
Penyeleksian
anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan
manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap
Pengembangan Kelompok
Petugas
kesehatan harus memainkan peranan yang
aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap
Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi
tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi
terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan
kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi
dapat dilakukan.
Terapi Keluarga
Terapi
keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga
sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern &
Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang
ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya,
klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa
terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari
psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab
dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan,
1953).
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun
1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang
pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo
Alto, California.
Penelitian ini menghasilkan 2
konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :
- the double bind (ikatan ganda)
Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat
salah satu anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar
keadaan tetap stabil.
- family homeostasis (kestabikan keluarga)
Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika
terancam.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi anggota
keluarga maka sistem dalam keluarga musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh
anggota keluarga bukan individual/perorangan.
Adanya gangguan dalam pola komunikasi keluarga adalah
inti dari double bind. Ini terjadi bila ‘korban’ menerima pesan
yang berlawanan/bertentangan yang membuat sulit bertindak konsisten dan
memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia harus asertif dan membela haknya namun
diwaktu yang sama dia diharuskan menghormati orangtuanya, tidak menentang kehendaknya,
dan tidak pernah menanyakan/menuntut kebutuhan mereka. Apa yang dikatakan
berbeda dengan yang dilakukan. Keadaan ini selalu ditutupi dan disembunyikan,
sehingga si ‘korban’ tidak pernah menemukan sumber dari kebingungannya. Jika
komunikasi ini (double bind
communication) terjadi berulang kali, akan mendorong perilaku skizoprenik.
Kemudian timbul kontrovesi
mengenai teori double bind ini,
khususnya dengan faktor gentik dan sosiologi yang menyebabkan terjadinya
skizofrenia. Hal ini kemudian melahirkan penelitian untuk pengembangan terapi
keluarga.
Tujuan terapi keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada
berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota
keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa
yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam
terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta
kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh. Ada cara tercepat dalam terapi dimana terapis
keluarga membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga dengan
menunjukan cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga itu. Kemudian,
setiap anggota keluarga diminta menyampaikan harapan untuk perkembangan diri
mereka sebaik mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen pada terapis.
Proses
dan Teknik Terapi Keluarga
Dalam perjalanannya, untuk membedakan
suatu dimensi dari berorientasi individu ke sistem yang diorientasikan
pemikiran, keluarga therapists dapat diuraikan seperti kepala perguruan tinggi/
dirigen. Dirigen,
sebagai pembanding, cenderung ke program dan mengorganisir cara bekerja,
menentukan agenda, menugaskan tugas, dan dengan aktif menanyai dan mengajar.
Dalam kasus Ackerman, ini mungkin dalam rangka menghilangkan pengingkaran dan
kemunafikan, menuntut anggota keluarga untuk lebih membuka dengan dia dan
dengan diri mereka. Ia menghadapi seksual, agresif, dan perasaan tergantung.
Cara nya besar, yakin, dan jujur. Satir, pada sisi lain, menjadikan dirinya
sebagai guru dan tenaga ahli di
komunikasi. Dia mengarahkan ke diskusi, dan menunjukkan permasalahan dalam
hal komunikasi. Dia menetapkan dirinya sebagai contoh komunikasi yang jelas,
penggunaan yang sederhana dan kata-katanya jelas, dan menjelaskan prinsip nya
kepada keluarga. Meskipun demikian terkait dengan segi manusia yang lain yang
dapat merasakan dan interaksi, dia pada dasarnya seorang guru dan contoh yang
memiliki kejelasan dalam berkomunikasi. Bagaimanapun, apakah lebih sebagai
kondektur atau reaktor, Ackerman dan Satir, semua keluarga therapists perlu
bermain suatu peran yang lebih aktif dibanding yang sudah biasa dalam individu
therapy. Therapist harus yang lebih memiliki kemampuan dalam penggunaan
kendali, melembutkan argumentasi, dan memandu diskusi. Terapi keluarga
meletakkan therapist dalam suatu hubungan yang berbeda dengan klien nya
dibanding dalam terapi kelompok atau
individu. Ia tidak dimulai dari dasar yang sama atau dari sama sama
ketidak-tahuan. Anggota keluarga masuk dengan suatu pengalaman umum; therapist
adalah orang luar. Dalam pelaksanaan bahkan untuk mengerti sindiran sindiran
mereka untuk membagi bersama pengalaman, ia harus belajar ke kultur keluarga,
bahasa dan aturan. Therapist harus sampai kepada dalamnya sistem keluarga memahami dan bekerja dengan itu. Sekalipun
begitu ia tidak bisa menjadi 'yang diatur & bagian dari sistem', karena ia
harus menyendiri dari itu dalam rangka memahami aktivitas nya dan untuk memandu
perubahan nya. Begitu, sisanya antar detasemen dan keterlibatan menjadi yang
lebih dikritisi dalam keluarga therapy dibanding dalam bentuk lain psikoterapi.
A.DEFINISI TERAPI BERMAIN
Permainan
adalah aktivitas yang mengandung motivasi instrinsik, member kesenangan
dan kepuasan bagi siapa yang terlibat, dan dipilih secara sukarela.
Terapi
bermain adalah pemanfaatan permaianan sebagai media yang efektif oleh
terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan
kesulitan-kesulitan psikosoaial dan mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi
diri.
B.PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN SEBAGAI TEKNIK PSIKOTERAPI
1. Nilai Terapiutik dari Permainan
Saat
anak mengeluarkan perasaannya melalui permaianan, maka mereka membawa
perasaan tersebut ke dalam tingkat kesadaran, sehingga akhirnya mereka
akan terbuka, menerima dan belajar mengendalikan atau menolaknya.
Bentuk-bentuk permaianan untuk mengekspresikan diri dapat berupa :
v Maianan
kehidupan nyata. Boneka yang terdiri atas keluarga, boneka
rumah-rumahan, binatang peliharaan atau tokoh kartun dapat menjai media
untuk mengekspresikan perasaan secara langsung. Terapis dapat
menggunakan mainan mobil-mobilan, alat masak tiruan kartu bergambar,
atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.
v Maianan
pelepas agresivitas-bermain peran. Klien dapat mengkomunikasikan emosi
yang terpendam melalui mainan atau materi seperti karung tinju, boneka
tentara, boneka dinosaurus dan hewan-hewan buas, pistol dan pisau
mainan, boneka orang dan balok kayu.
v Mainan
pelepas emosi dan ekspresi kreativitas. Pasir, air, balok, atau lilin
dapat menjadi sarana klien mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.
2. Kepada Siapa Terapi Bermain Diberikan
Terapi
bermain dapat dipakai baik sebagai asesmen maupun sebagai terapi.
Sebagai sebuah terapi, terapi bermain dapat diberikan kepada anak yang :
v Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam dan diabaikan.
v Gangguan emosi dan skizofren.
v Takut dan cemas.
v Mengalami masalah penyesuaian social.
v Kesulitan bicara.
v Mengalami gangguan visual spatial.
v Anak penyandang autism.
3. Prosedur dalam Terapi Bermain.
Fase Persiapan :
Sebelum
memasuki fase terapi bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu
apa yang akan dihadapi dan akan dilakukannya. Guru bercerita bahwa nanti
ada banyak permainan dan kamu pasti akan senang serta menjelaskan bahwa
proses ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Proses Terapi Bermain :
Menggambarkan
lima tahap dimana anak yang mengalami gangguan emosi berkembang menuju
ekspresi diri dan kesadaran diri dalam proses terapi permainan :
v Emosi
negative terekspresikan secara menyebar ditempat klien bermain.
Misalnya ekspresi dari reaksi terhadap kekerasan tersebar pada ruang
bermain, alat permainan, atau pada terapis.
v Anak mengekspresikan emosi yang bertentangan, misalnya antara kecemasan dengan kekasaran.
v Anak lebih focus dalam mengekspresikan emosi negative, misalnya pada orang tua, diri sendiri, atau orang lain dalam hidupnya.
v Emosi
dan sikap yang bertentangan, negative dengan positif, kembali terjadi
dengan focus pada orang tua, diri anak atau orang lain.
v Anak
mengekspresikan tilikan diri dan pemahaman atas emosi negative ataupun
positif yang ada pada dirinya dengan jelas, terbedakan, terpisah dan
realistic dengan sikap posiif yang lebih dominan.
Misalnya
bermain Pasir, guru bercerita sambil mengajak anak memegang pasir dan
sesuka anak untuk membentuk pasir, sampai anak tersebut puas dengan
kreativitasnya sendiri. Nah disitu guru pelan-pelan memasukkan pesan
yang baik, agar anak dengan sendirinya paham dan sadar tanpa paksaan
dari orang lain.
4. Hal Penting Sesudah Terapi Bermain.
Jika
Terapi bermain selesai, sebaiknya anak tersebut dibiarkan dulu, jangan
ditanya tentang apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya selama
bermain. Akan tetapi hal tersebut diperbolehkan jika anak yang lebih
dulu memulai pembicaraan tentang yang terjadi. Nah, baru anak tersebut
setelah sampai di rumah disuruh menggambar atau melukis.
Karakteristik Kepribadian Terapis Bermain yang Efektif.
v Secara tulus tertarik pada dunia anak dan mampu mengembangkan hubungan yang hangat dan menyenangkan.
v Permaianan tanpa syarat terapis terhadap anak dan tidak mengharapkan adanya hal yang lain pada anak.
v Terapis
menciptakan rasa aman dan kebebasan dalam hubungan dengan anak sehingga
anak merasa bebas bereksplorasi dan mengekspresikan diri sepenuhnya.
v Terapis
selalu sensitive terhadap perasaan anak dan dengan hati-hati
merefleksikan perasaan tersebut sehingga anak mengembangkan pengertian
diri.
v Terapis
percaya bahwa anak dapat bertanggungjawab dalam bertindak, menghargai,
dan membiarkan anak menunjukkan kemampuannya menyelesaikan masalah
pribadi.
v Terapis
percaya pengarahan diri anak, membiarkan anak memimpin di segala area
hubungan dan tidak mengarahkan anak dalam bermain atau berbicara.
v Terapis menghargai peningkatan proses terapiutik yang alami dan tidak terburu-buru.
v Terapis membangun batasan terapiutik yang membantu anak menerima tanggungjawab dari hubungan personal yang tepat.
Sumber:
http://asmianifawziah.blogspot.com/2012/11/family-therapy-terapi-keluarga.html
http://firnurdiono.wordpress.com/therapi-bermain/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar